KEUTAMAAN INGAT MATI
Manusia
begitu sungguh-sungguh dan sangat sibuk dengan dunia dan segala
hiruk-pikuk serta urusannya. Manusia banyak sekali yang terperdaya oleh
tipuan dan rayuan dunia yang begitu mempesona, sehingga mereka lalai dan
alpa dari mengingat mati. Karena itu, manusia pun menjadi lupa kepada
mati. Tatkala mereka diingatkan tentang mati, mereka tidak suka dan
mencoba lari dari membicarakan-nya. Meskipun demikian, mati, manusia
yang mencoba melarikan din i darinya, pasti akan menemuinya, cepat atau
lambat. Mereka itulah orang-orang yang dibicarakan Allah Azza wa Jalla
dalam firman-Nya, “Katakanlah, `Sesungguhnya kematian yang kamu lari
darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kernudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’.” (Qs al-Jumu`ah [62] : 8).
Selanjutnya, terhadap dunia ini, manusia
dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (1) yang begitu cinta hingga mabuk
dengan dunia; (2) yang bertobat darinya; dan (3) yang tunduk-patuh
kepada Allah Ta’ala. Orang-orang yang sangat mencinta bahkan
mabuk dunia tentu tidak berkesempatan untuk mengingat mati. Mereka tidak
suka bahkan membenci mati dan mereka menjalani hidup yang jauh dari
ingat kepada Allah Swt dan ingat kepada mati. Adapun orang-orang yang
bertobat maka ia akan banyak ingat mati dan takut pada-Nya.
Kadang-kadang mereka tidak menyukai kematian karena takut kematian
datang sebelum bertobat dengan sempurna—sebelum membersihkan dan
menyucikan jiwa-nya dari dosa dan sebelum mempersiap bekal untuk
men-jelang kematian. Mereka tidak membenci mail dan menemui Allah Ta’ala, namun
mereka takut karena belum sepenuhnya siap menghadapinya. Mereka sibuk
dengan upaya mempersiapkan diri untuk terus menambah bekal dalam rangka
mcnyambut kedatangan maut.
Sedangkan kaum `arifin, yaitu orang-orang yang ber-ma`rifattillah (orang
yang mabuk atau asyik dengan Allah) senantiasa ingat kepada mati karena
dengan datangnya kematian ia akan segera berjumpa dengan Yang Dicintai.
Seorang pencinta tentu tidak akan lupa pada janji pertemuannya dengan
kekasihnya. Mereka menyukai mati yang membebaskan diri dari negeri
tempat berbuat dosa, negeri kaum pemaksiat. Dan mereka senang jika hidup
dekat Allah, di sisi-Nya, Tuhan semesta alam. Tatkala Hudzaifah Ra
mendekati waktu kematiannya, ia berkata, “Seorang kawan telah datang
saat dibutuhkan. Tidak ada gunanya penyesalan. Ya Allah Tuhanku,
seandainya Engkau mengetahui bahwa ke-miskinan lebih kusukai daripada
kekayaan, sakit lebih kusukai daripada sehat, mati lebih kusukai
daripada hidup, maka mudahkanlah kematian bagiku hingga aku bertemu
dengan-Mu.”
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Perbanyaklah kalian mengingat mati yang menghancurkan segala kelezatan [mengenyam hal-hal duniawiah—penerj. .” Suatu
kali Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, bilakah
seseorang akan dibangkitkan bersama para syuhada?” Beliau menjawab, “Orang yang akan dibangkitkan bersama para syuhada adalah orang yang mengingat mati dua puluh kali sehari.” Alasan
mengapa mengingat mati punya keutamaan dan kelebihan seperti ini adalah
bahwa ingat mati menjadikan hati seorang hamba renggang (mengambil
jarak) dari negeri yang penuh tipudaya (dunia) dan mendorong seorang
hamba mempersiapkan diri bagi kehidupan akhirat yang baik. Nabi Saw
bersabda dalam sebuah hadis, “Barang yang berharga bagi seorang mukmin ialah mati” Adapun
alasan mengapa beliau mengucapkan perkataan itu adalah bahwa dunia
diibaratkan layaknya penjara bagi seorang mukmin karena ia hidup di
dunia dengan berbagai kesulitan, kepayahan dan penderitaan, berlatih
mengendalikan hawa nafsunya dan menolak tipudaya setan secara
terus-menerus. Maka dari itu, mati akan membebaskan dan melepaskan
mereka dari segala derita dan bencana ini.
Rasulullah Saw juga bersabda dalam sebuah hadis lainnya, “Mati adalah kafarat (penutup) dosa bagi setiap Muslim.” Menurut
beliau, seorang mukmin yang benar adalah orang yang tidak mengganggu
mukmin lainnya dengan lidah atau tangannya, orang yang menerapkan sifat
dan karakter perilaku seorang mukrnin dan orang yang hatinya tidak
terkotori oleh dosa besar, kecuali dosa kecil yang ringan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah mengingati mati karena mengingati mati dapat menghalangi dosa dan mendatangkan zuhud terhadap dunia.” Pada
suatu hari, Rasulullah Saw keluar menuju ke masjid. Dalam perjalanan,
beliau menjumpai beberapa orang yang terlibat dalam senda-gurau dan
obrolan lepas kendali. Melihat hal seperti itu, beliau bersabda, “Ingatlah
mati. Hati-hatilah, demi Dia yang hidupku berada di tangan-Nya,
seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan
sedikit tertawa dan banyak menangis.”
Hazrat Ibn `Umar berkata, “Aku bersama
dengan sepuluh orang sahabat lainnya duduk dalam sebuah majelis bersama
Nabi Saw. Lain seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya kepada
beliau, Rasulullah, siapakah orang yang paling bijak dan paling mulia?’
Jawab beliau, `(Yaitu) Orang yang paling banyak mengingati mati dan
mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Mereka adalah orang yang paling
bijak karena pergi dengan kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.’.”
ATSAR SAHABAT DAN TABI’IN. Khalifah `Umar
bin ‘Abdul Aziz mengumpulkan para ulama setiap malam dan mendengarkan
uraian mereka tentang mati, hari kebangkitan, dan akhirat. Ulama-sufi
dari kalangan salaf, Ibrahim at-Taimi, berkata, “Dua perkara yang
merampasku dari kesenangan dunia ini adalah ingat kepada mati dan takut
berdiri di hadapan Allah [berdiri dalam sidang pengadilan Allah—penerj.].”
Ulama-Sufi dari kalangan salaf lainnya,
Asy’ats, berkata, “Ketika kami berkunjung kepada sufi termasyhur Hasan
al-Bashri, ia biasa bercerita kepada kami tentang mati, neraka dan
akhirat.”
Suatu kali, seseorang mengeluhkan
kekerasan hatinya kepada Sayidah Aisyah. Ibunda kaum mukminin itu
berkata, “Banyak-banyaklah mengingat mati, maka hatimu akan menjadi
lembut.” Orang itu menjalankan nasihat Aisyah tersebut dan hatinya pun
menjadi lebih lunak dan berperilaku lebih tawadhu serta santun.
Adalah Nabi `Isa As,Kalau diceritakan
kepada beliau tentang mati, maka darah pun menetes dari pori-pori kulit
beliau. Dalam kisah serupa lainnya, jika cerita tentang mati dibicarakan
di depan Nabi Daud As, maka beliau pun menangis hebat, sehingga
rambut-rambutnya tercabut dari badannya. Selanjutnya, ketika rahmat
Allah disebut-sebut di hadapannya, maka beliau pun kembali pada keadaan
semula.
Suatu hari, Khalifah `Umar bin ‘Abdul
Aziz berkata kepada seorang ulama salih, “Berilah aku nasihat.” Ulama
itu berkata, “Tak seorang pun sejak Adam hingga ayahmu yang terhindar
dari mati. Sekarang giliranmu sudah datang.” Mendengar nasihat tersebut,
Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz menangis keras.
Dalam sebuah riwayat yang lain, pada
suatu hari sufi besar, Ar-Rabi’ bin Khaitsam, menggali kubur di dalam
rumahnya. Lalu ia tidur di situ beberapa kali setiap hari. Kata Rabi’,
perbuatan ini dapat mengingatkan dirinya akan mati. Ia berkata, “Jika
ingat kepada mati pergi dari hatiku barang sesaat saja, maka hatiku pun
jadi tercemar karenanya.”
CARA INGAT MATI.
Ketahuilah, bahwa mati yaitu sesuatu yang
menakutkan, mengerikan. Dahsyat kejadiannya dan besar bencananya.
Kebanyakan manusia lalai dan lengah terhadap mati karena mereka tidak
menafakurinya. Andaikata mengingati mati pun, mereka tidak melakukannya
dengan sepenuh hati. Karena itu, ingat mati tidak memberikan pengaruh
dan akibat yang berarti atas mereka. Cara mengingati mati yang benar
yaitu membebaskan hati dari semua pikiran lainnya dan hanya ingat mati
saja yang mendominasi pikiran dan hati. Hendaklah kita menjadi seperti
orang yang tengah berada dalam per-jalanan laut atau padang sahara yang
keras dan penuh bahaya, yaitu ketika pikiran tentang mati menyelimuti
hati. Hasrat, kesenangan dan kesukaan pada dunia men-jadi turun dan hati
pun menjadi luluh.senantiasa mengingat Allah SWT karena hidup kita tidak selamanya,waktu cuma sebentar tidak kita sangka umur kita tiap hari,tiap bulan berkurang,dan setiap waktu dekat dengan mati.
Cara yang terbaik dan bermanfaat dalam
bertafakur tentang mati yaitu mengingat kawan-kawan dan
tetangga-tetangga yang telah meninggal dunia, bahwa mereka berada di
dalam kuburnya di bawah tanah, dan membayangkan keadaan serta wajah
mereka di dalam kubur. Bagaimana wajah cantik dan tampan mereka telah
menjadi santapan cacing dan serangga, istri dan anak mereka menjadi
yatim dan terpuruk dalam kemis-kinan, hari-hari mereka berlalu dengan
penderitaan, kekayaan mereka telah lenyap. Kenanglah masing- masing
orang demi orang.Tafakurilah bagaimana kematian menyerang mereka secara
tiba-tiba tanpa peringatan sedikit pun dan bagaimana ketidaksiapan
mereka menghadapi kematian dan akhirat.
Sahabat Abu Darda’ Ra berkata, “Ketika diceritakan tentang orang yang mati, bayangkan engkau adalah salah seorang dari mereka.”
Sahabat lainnya, Ibn Mas’ud Ra, berkata,
“Orang yang beruntung adalah orang yang mengambil pelajaran dari keadaan maksudnya: kematian orang lain.”
Khalifah `Umar bin ‘Abdul Aziz berkata,
“Apakah tidak kaulihat bahwa dirimu mempersiapkan perbekalan untuk orang
yang pergi kepada Allah setiap pagi atau petang dan kaukubur ia di
bawah tanah, sementara ia meninggalkan sahabat-sahabat dan
karib-kerabatnya ser-ta meninggalkan harta dan miliknya selama-lamanya?”
Pada suatu hari, seorang waliyullah
terkemuka, Ibnu Muthi’, memandang rumahnya dan merasa takjub dan puas
karena kebagusannya. Namun setelah itu ia menangis dan berkata, “Demi
Allah, seandainya tidak ada kematian, maka akan puaslah hatiku
memandangmu. Seandainya tempat yang akan kutinggali setelah mati tidak
sempit, maka mataku akan sejuk melihat dunia mi.” Setelah itu, ia mulai
menangis seperti anak kecil.
Mengingat mati adalah ciri cerdas diri dan tanda orang yang beriman. Begitu serius perintah ingat mati ini sampai Rasulullah pernah mendapatkan peringatan “wahyu” dari Allah SWT dalam sebuah ayat Al Quran, “Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka semua akan mati pula” (QS. 39: 30)
Relevansi menangis dan mengingat mati adalah proses pelembutan hati, penenangan jiwa dan ikhtiar perbaikan etos kerja. Tangisan perenungan akan melatih kepekaan jiwa, lembutnya hati, kesalehan sosial, kesantunan ucapan dan keterampilan refleksi dosa diri.
Air mata taubat yang dialirkan secara serius dan khusyu’, menurut Rasulullah, bisa memadamkan panas api neraka di akhirat nanti. Lewat tangisan air mata kita, mata hati akan terbuka dan jernih menatap masa depan akhirat. Perilaku menjadi zuhud dan tidak tergoda loba oleh pesona kesenangan dunia.ingatlah mati,agar hidup lebih berarti.Demikianlah semoga hati kita tidak mati,dan dapat merobah diri lebih baik lagi.
Mengingat mati adalah ciri cerdas diri dan tanda orang yang beriman. Begitu serius perintah ingat mati ini sampai Rasulullah pernah mendapatkan peringatan “wahyu” dari Allah SWT dalam sebuah ayat Al Quran, “Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka semua akan mati pula” (QS. 39: 30)
Relevansi menangis dan mengingat mati adalah proses pelembutan hati, penenangan jiwa dan ikhtiar perbaikan etos kerja. Tangisan perenungan akan melatih kepekaan jiwa, lembutnya hati, kesalehan sosial, kesantunan ucapan dan keterampilan refleksi dosa diri.
Air mata taubat yang dialirkan secara serius dan khusyu’, menurut Rasulullah, bisa memadamkan panas api neraka di akhirat nanti. Lewat tangisan air mata kita, mata hati akan terbuka dan jernih menatap masa depan akhirat. Perilaku menjadi zuhud dan tidak tergoda loba oleh pesona kesenangan dunia.ingatlah mati,agar hidup lebih berarti.Demikianlah semoga hati kita tidak mati,dan dapat merobah diri lebih baik lagi.
0 comments:
Posting Komentar