Mengqadha Shalat
Sebagian golongan muslimin telah membid’ahkan, mengharamkan/mem batalkan mengqadha/mengganti sholat yang sengaja tidak dikerjakan pada waktunya. Mereka ini berpegang pada wejangan Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah yang mengatakan tidak sah orang yang ketinggalan sholat fardhu dengan sengaja untuk menggantinya/qadha pada waktu sholat lainnya, mereka harus menambah sholat-sholat sunnah untuk menutupi kekurangan- nya tersebut. Tetapi pendapat Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah ini telah terbantah oleh hadits-hadits dibawah ini dan ijma’ (kesepakatan) para ulama pakar diantaranya Imam Hanafi, Malik dan Imam Syafi’i dan lainnya tentang kewajiban qadha bagi yang meninggalkan sholat baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. kita akan ikuti beberapa hadits tentang qadha sholat ini :
A. Hadits-hadits tentang qadha shalat
- HR.Bukhori, Muslim dari Anas bin Malik ra.: “Siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya jika dia ingat”. Ibnu Hajr Al-‘Asqalany dalam Al-Fath II:71 ketika menerangkan makna hadits ini berkata; ‘Kewajiban menggadha sholat atas orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama. Karena hal itu termasuk sasaran Khitab (perintah) untuk melaksanakan sholat, dan dia harus melakukannya…’.
Begitu juga hadits itu menunjukkan bahwa orang yang ketinggalan sholat karena lupa atau tertidur tidak berdosa hanya wajib menggantinya. Tetapi orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dia berdosa besar karena kesengajaannya meninggalkan sholat, sedangkan kewajiban qadha tetap berlaku baginya.
- Rasulallah saw. setelah sholat Dhuhur tidak sempat sholat sunnah dua raka’at setelah dhuhur, beliau langsung membagi-bagikan harta, kemudian sampai dengar adzan sholat Ashar. Setelah sholat Ashar beliau saw. sholat dua rakaat ringan, sebagai ganti/qadha sholat dua rakaat setelah dhuhur tersebut. (HR.Bukhori, Muslim dari Ummu Salamah).
- Rasulallah saw. bersabda: ‘Barangsiapa tertidur atau terlupa dari mengerjakan shalat witir maka lakukanlah jika ia ingat atau setelah ia terbangun’. (HR.Tirmidzi dan Abu Daud).(dikutip dari at-taj 1:539)
- Rasulallah saw. bila terhalang dari shalat malam karena tidur atau sakit maka beliau saw. menggantikannya dengan shalat dua belas rakaat diwaktu siang. (HR. Muslim dan Nasa’i dari Aisyah ra).(dikutip dari at-taj 1:539)
- HR Muslim dari Abu Qatadah, mengatakan bahwa ia teringat waktu safar pernah Rasulallah saw. ketiduran dan terbangun waktu matahari menyinari punggungnya. Kami terbangun dengan terkejut. Rasulallah saw. bersabda: Naiklah (ketunggangan masing-masing) dan kami menunggangi (tunggang- an kami) dan kami berjalan. Ketika matahari telah meninggi, kami turun. Kemudian beliau saw. berwudu dan Bilal adzan utk melaksanakan sholat (shubuh yang ketinggalan). Rasulallah saw. melakukan sholat sunnah sebelum shubuh kemudian sholat shubuh setelah selesai beliau saw. menaiki tunggangannya.
Hadits ini tidak lain berarti bahwa orang yang dinamakan lalai/meng- gampangkan sholat ialah bila meninggalkan sholat dengan sengaja dan dia berdosa, tapi bila karena tertidur atau lupa maka dia tidak berdosa, kedua-duanya wajib menggadha sholat yang ketinggalan tersebut. Dan dalam hadits ini tidak menyebutkan bahwa orang tidak boleh/haram menggadha sholat yang ketinggalan kecuali selain dari yang lupa atau tertidur, tapi hadits ini menyebutkan tidak ada kelalaian (berdosa) bagi orang yang meninggal- kan sholat karena tertidur atau lupa. Dengan demikian tidak ada dalam kalimat hadits larangan untuk menggadha sholat !
- Jabir bin Abdullah ra.meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. pernah datang pada hari (peperangan) Khandaq setelah matahari terbenam. Dia mencela orang kafir Quraisy, kemudian berkata; ‘Wahai Rasulallah,saya masih melakukan sholat Ashar hingga (ketika itu) matahari hampir terbenam’. Maka Rasulallah saw. menjawab : ‘Demi Allah aku tidak (belum) melakukan sholat Ashar itu’. Lalu kami berdiri (dan pergi) ke Bith-han. Beliau saw. berwudu untuk (melaksanakan) sholat dan kami pun berwudu untuk melakukannya. Beliau saw. (melakukan) sholat Ashar setelah matahari terbenam. Kemudian setelah itu beliau saw. melaksanakan sholat Maghrib. (HR.Bukhori dalam Bab ‘orang yg melakukan sholat bersama orang lain secara berjama’ah setelah waktunya lewat’, Imam Muslim I ;438 hadits nr. 631, meriwayatkannya juga, didalam Al-Fath II:68, dan pada bab ‘meng- gadha sholat yang paling utama’ dalam Al-Fath Al-Barri II:72)
- Begitu juga dalam kitab Fiqih empat madzhab atau Fiqih lima madzhab bab 25 sholat Qadha’ menulis: Para ulama sepakat (termasuk Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan lainnya) bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardhu maka ia wajib menggantinya/menggadhanya. Baik shalat itu ditinggal- kannya dengan sengaja, lupa, tidak tahu maupun karena ketiduran.
- Dalam kitab fiqih Sunnah Sayyid Sabiq (bahasa Indonesia) jilid 2 hal. 195 bab Menggadha Sholat diterangkan: Menurut madzhab jumhur termasuk disini Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan orang yang sengaja meninggalkan sholat itu berdosa dan ia tetap wajib meng- gadhanya. Yang menolak pendapat qadha dan ijma’ ulama ialah Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah, mereka ini membatalkan (tidak sah) untuk menggadha sholat !! Dalam buku ini diterangkan panjang lebar alasan dua imam ini.
Kemudian Menurut Zakaria Anshary, qadha adalah melaksanakan ibadah atau selain di bawah satu raka’at sesudah keluar waktunya sebagai ganti ibadah yang sudah lebih dahulu wujud muqtadha (yang menyebabkan) pelaksanaannya. Dalam Syarah Manhaj at-Thulab, beliau mengatakan:
“Wajib mengganti shalat yang
tertinggal dengan segera apabila tertinggal tanpa uzur dan sunat apabila tertinggal dengan
sebab uzur seperti tertidur dan lupa”.
Senada
dengan pernyataan ini juga dapat dilihat dalam Al-Mahalli, karangan Jalaluddin
Al-Mahalli.
dalil-dalilnya kewajiban mengqadha
Shalat adalah sebagai berikut :
1. Hadits Nabi SAW
من نسي الصلاة
فليصلها إذاذكرها
Artinya
: Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila
sudah mengingatnya. (H.R. Muslim)
2.
Hadits Nabi SAW :
من نسي
الصلاة أونام عنها فكفارتها أن يصليها إذاذكرها
Artinya
: Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa atau karena tertidur, maka kifaratnya adalah shalat apabila sudah mengingatnya.(H.R.
Muslim)
3. Demikian juga apabila
mengeluarkan shalat dari waktunya dengan tanpa uzur syar’i. Kalau dengan lupa
saja wajib qadha, tentu dengan tanpa uzur syar’i lebih patut lagi wajib qadha,
karena meninggalkan shalat tanpa uzur syar’i adalah dosa besar. Dalil ini dalam
Ushul Fiqh disebut Qiyas Aulawi. Berkata An-Nawawi dalam Kitab Syarah Muslim:
“Sabda Nabi SAW : Barangsiapa
meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila sudah
mengingatnya, pada hadits tersebut menunjukkan kewajiban qadha shalat yang
tertinggal baik karena uzur seperti tertidur dan lupa atau tidak karena uzur,
karena apabila atas yang uzur wajib qadha, maka yang tidak uzur lebih patut
wajib. Ini termasuk bab tasybih adnaa ‘ala a’laa. Adapun pada hadits diqaidkan
dengan lupa adalah karena datang hadits itu atas sebabnya.
4. Dalil yang membolehkan tidak dengan segera mengqadhakan shalat
apabila tertinggal dengan sebab uzur syar’i adalah hadits Nabi SAW riwayat
Muslim dari
Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Nabi SAW dan Sahabatnya tidak langsung
mengqadhakan shalat Subuh tatkala tertinggal dengan sebab tertidur karena
kelelahan dalam perjalanan pulang dari peperangan Khaibar, tetapi berjalan dulu
beberapa saat.
Intisarinya
- Apabila seseorang yang meninggalkan shalat 5 waktu fardhu wajib mengqadhakannya
- apabila meninggalkannya dengan tanpa uzur syar’i, disamping mendapat dosa besar, juga wajib diqadha dengan segera
- apabila meninggalkannya dengan sebab uzur syar’i, boleh mengqadhakannya tidak dengan segera, tetapi sunat menyegerakannya.
[1] Zakaria Anshari, Labb Al-Ushul, di cetak
pada hamisy Ghayatul Ushul, Usaha keluarga, Semarang, Hal. 17
[2] Zakaria
Anshari, Syarah Manhaj At-Thulab, dicetak pada hamisy Hasyiyah
Bujairumi, Darul Fikri, Beirut,
Juz. I, Hal. 158
[3] Al-Mahalli, Syarah al-Mahalli,
dicetak pada hamisy Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Juz. I, Hal. 118
[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, hal. 471
[5] Imam
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah
Dahlan, Indonesia,
Juz. I, hal. 477
[6] An-Nawawi, Syarah Muslim,
Darul Ihya al-Turatsi al-Arabi, Beirut,
Juz. V. Hal. 183
[7] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, hal. 471
0 comments:
Posting Komentar