Berita Islami Masa Kini adalah sebuah komunitas yang beranggotakan organisasi-organisasi anggota masyarakat umum yang bekerja sama dalam mengembangkan standar Web Driver, Berita islam terkini, kumpulan situs berita islam ummat di indonesia

Rabu, 19 November 2014

Hukum Nikah dalam Keadaan H4m1l

Hukum Nikah Dalam Keadaan H4m1l
--------------------------------------------------
Pertanyaan :
1. Bagaimanakah hukumnya pernikahan yang dilaksanakan ketika wanita
yang dinikahi dalam keadaan h4mil?
Hukum Nikah dalam Keadaan Hamil

2. Bila sudah terlanjur menikah,apakah yang harus dilakukan? Apakah
harus cerai dulu, kemudian menikah lagi atau langsung menikah lagi
tanpa harus bercerai terlebih dahulu?
3. Dalam hal ini apakah masih diperlukan mas kawin (mahar)?
Jawab :
Kami jawab –dengan meminta pertolongan dari Allah Al-'Alim Al-Hakim
sebagai berikut :

Hukum Nikah dalam Keadaan Hamil

1. Perempuan yang dinikahi dalam keadaan h4m1l ada dua macam :
Satu:Perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan h4m1l.
Dua:Perempuan yang h4m1l karena melakukan zin4 sebagaimana yang
banyak terjadi di zaman ini–Wal 'iyadzu billah-mudah-mudahan Allah
menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari dosa terkutuk ini.
Adapun perempuan h4m1l yang diceraikan oleh suaminya,tidak boleh
dinikahi sampai lepas 'iddah nya.Dan 'iddah-nya ialah sampai ia
melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan perempuan-perempuan yang h4mil waktu 'iddah mereka sampai mereka
melahirkan kandungannya".(QS. Ath-Tholaq : 4).
Dan hukum menikah dengan perempuan h4m1l seperti ini adalah haram dan
nikahnya batil tidak sah sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala :
"Dan janganlah kalian ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah
sebelum habis 'iddahnya". (QS. Al-Baqarah : 235).
Berkata Ibnu Katsir dalam tafsir-nya tentang makna ayat ini :"Yaitu
jangan kalian melakukan akad nikah sampai lepas 'iddah-nya".Kemudian
beliau berkata : "Dan para 'ulama telah sepakat bahwa akad tidaklah
sah pada masa 'iddah".
Lihat : Al-Mughny 11/227, Takmilah Al-Majmu' 17/347-348, Al-Muhalla
10/263 dan Zadul Ma'ad 5/156.
Adapun perempuan h4m1l karena zin4, kami melihat perlu dirinci lebih
meluas karena pentingnya perkara ini dan banyaknya kasus yang terjadi
diseputarnya. Maka dengan mengharap curahan taufiq dan hidayah dari
Allah Al-'Alim Al-Khabir,masalah ini kami uraikan sebagai berikut :
Perempuan yang telah melakukan zin* menyebabkan dia h4m1l atau tidak,
dalam hal bolehnya melakukan pernikahan dengannya terdapat persilangan
pendapat dikalangan para 'ulama.
Secara global para 'ulama berbeda pendapat dalam pensyaratan dua
perkara untuk sahnya nikah dengan perempuan yang berzin*.
Syarat yang pertama : Bertaubat dari perbuatan zina*nya yang nista.
Dalam pensyaratan taubat ada dua pendapat dikalangan para 'ulama :
Satu : Disyaratkan bertaubat.Dan ini merupakan madzhab Imam Ahmad dan
pendapat Qatadah,Ishaq dan Abu 'Ubaid.
Dua : Tidak disyaratkan taubat.Dan ini merupakan pendapat Imam Malik,
Syafi'iy dan Abu Hanifah.
Tarjih
Yang benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang mengatakan
disyaratkan untuk
bertaubat.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 32/109 :
"Menikahi perempuan pezin* adalah haram sampai ia bertaubat, apakah
yang menikahinya itu adalah yang menzin*hinya atau selainnya. Inilah
yang benar tanpa keraguan".
Tarjih diatas berdasarkan firman Allah 'Azza Wa Jalla :
"Laki-laki yang berzin* tidak menikahi melainkan perempuan yang
berzin* atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzin* tidak
dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzin* atau laki-laki musyrik.
Dan telah diharamkan hal tersebut atas kaum mu`minin". (QS. An-Nur : 3).
Dan dalam hadits 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya 'Abdullah
bin 'Amr bin 'Ash, beliau berkata :
"Sesungguhnya Martsad bin Abi Martsad Al-Ghonawy membawa tawanan
perang dari Makkah dan di Makkah ada seorang perempuan pelacur disebut
dengan (nama) 'Anaq dan ia adalah teman (Martsad). (Martsad) berkata :
"Maka saya datang kepada Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa
sallam lalu saya berkata : "Ya Rasulullah, Saya nikahi 'Anaq ?".
Martsad berkata : "Maka beliau diam, maka turunlah (ayat) : "Dan
perempuan yang berzin4 tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang
berzin4 atau laki-laki musyrik". Kemudian beliau memanggilku lalu
membacakannya padaku dan beliau berkata : "Jangan kamu nikahi dia".
(Hadits hasan, riwayat Abu Daud no. 2051, At-Tirmidzy no. 3177,
An-Nasa`i 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim 2/180, Al-Baihaqy
7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1745 dan disebutkan oleh Syeikh
Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shohih Al-Musnad Min Asbabin Nuzul).
Ayat dan hadits ini tegas menunjukkan haram nikah dengan perempuan pezin4. Namun hukum haram tersebut bila ia belum bertaubat. Adapun kalau ia telah bertaubat maka terhapuslah hukum haram nikah dengan perempuan pezin4 tersebut berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam :
"Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak ada dosa
baginya". (Dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam Adh-Dho'ifah 2/83
dari seluruh jalan-jalannya)
Adapun para 'ulama yang mengatakan bahwa kalimat 'nikah' dalam ayat
An-Nur ini bermakna jim4' atau yang mengatakan ayat ini mansukh
(terhapus hukumnya) ini adalah pendapat yang jauh dan pendapat ini
(yaitu yang mengatakan bermakna jim4' atau mansukh) telah dibantah
secara tuntas oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 32/112-116. Dan
pendapat yang mengatakan haram nikah dengan perempuan pezin4 sebelum
bertaubat, ini pula yang dikuatkan Asy-Syinqithy dalam Adwa Al-Bayan
6/71-84 dan lihat Zadul Ma'ad 5/114-115.
Dan lihat permasalahan di atas dalam : Al-Ifshoh 8/81-84, Al-Mughny
9/562-563 (cet. Dar 'Alamil Kutub), dan Al-Jami' Lil Ikhtiyarat
Al-Fiqhiyah 2/582-585.
Catatan :
Sebagian 'ulama berpendapat bahwa perlu diketahui kesungguhan taubat
perempuan yang berzin4 ini dengan cara dirayu untuk berzin4 kalau ia
menolak berarti taubatnya telah baik.Pendapat ini disebutkan oleh
Al-Mardawy dalam Al-Inshof 8/133 diriwayatkan dari 'Umar dan Ibnu
'Abbas dan pendapat Imam Ahmad.Dan Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa
32/125 kelihatan condong ke pendapat ini.
Tapi Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 9/564 berpendapat lain, beliau
berkata :"Tidak pantas bagi seorang muslim mengajak perempuan untuk
berzin4 dan memintanya.Karena permintaannya ini pada saat berkhalwat
(berduaan) dan tidak halal berkhalwat dengan Ajnabiyah (perempuan
bukan mahram) walaupun untuk mengajarinya Al-Qur'an maka bagaimana
(bisa) hal tersebut dihalalkan dalam merayunya untuk berzin4 ?".
Maka yang benar adalah ia bertaubat atas perbuatan zin4nya sebagaimana
ia bertaubat kalau melakukan dosa besar yang lainnya.Yaitu dengan
lima syarat :

1. Ikhlash karena Allah.
2. Menyesali perbuatannya.
3. Meninggalkan dosa tersebut.
4. Ber'azam dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya.
5. Pada waktu yang masih bisa bertaubat seperti sebelum matahari
terbit dari Barat dan sebelum ruh sampai ke tenggorokan.
Dan bukan disini tempat menguraikan dalil-dalil lima syarat ini.
Wallahu A'lam.
Syarat Kedua:Telah lepas 'iddah.
Para 'ulama berbeda pendapat apakah lepas 'iddah, apakah merupakan
syarat bolehnya menikahi perempuan yang berzin4 atau tidak, ada dua
pendapat :
Pertama:Wajib 'iddah.
Ini adalah pendapat Hasan Al-Bashry,An-Nakha'iy,Rabi'ah bin
'Abdurrahman,Imam Malik,Ats-Tsaury,Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih.
Kedua :Tidak wajib 'iddah.
Ini adalah pendapat Imam Syafi'iy dan Abu Hanifah, tapi ada perbedaan
antara mereka berdua pada satu hal,yaitu menurut Imam Syafi'iy boleh
untuk melakukan akad nikah dengan perempuan yang berzin4 dan boleh
ber-jim4' dengannya setelah akad,apakah orang yang menikahinya itu
adalah orang yang menzin4hinya itu sendiri atau selainnya.Sedangkan
Abu Hanifah berpendapat boleh melakukan akad nikah dengannya dan boleh
ber-jim4' dengannya,apabila yang menikahinya adalah orang yang
menzin4hinya itu sendiri.Tapi kalau yang menikahinya selain orang
yang menzin4hinya maka boleh melakukan akad nikah tapi tidak boleh
ber-jim4' sampai istibro`(telah nampak kosongnya rahim dari janin)
dengan satu kali h4id atau sampai melahirkan kalau perempuan tersebut
dalam keadaan h4m1l.
Tarjih
Dan yang benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang wajib
'iddah berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
1. Hadits Abu Sa'id Al-Khudry radhiyallahu 'anhu,sesungguhnya Nabi
shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda tentang tawanan
perang Authos :
"Jangan dipergauli perempuan h*mil sampai ia melahirkan dan jangan
(pula) yg tidak h*mil sampai ia telah haid satu kali". (HR. Ahmad
3/62,87,Abu Daud no. 2157, Ad-Darimy 2/224 Al-Hakim 2/212, Al-Baihaqy
5/329, 7/449, Ath-Thobarany dalam Al-Ausath no. 1973 dan Ibnul Jauzy
dalam At-Tahqiq no. 307 dan di dalam sanadnya ada rowi yang bernama
Syarik bin 'Abdullah An-Nakha'iy dan ia lemah karena hafalannya yang
jelek tapi hadits ini mempunyai dukungan dari jalan yang lain dari
beberapa orang shohabat sehingga dishohihkan dari seluruh
jalan-jalannya oleh Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 187).
2. Hadits Ruwaifi' bin Tsabit radhiyallahu 'anhu dari Nabi shollallahu
'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, beliau bersabda :
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka jangan ia
menyiramkan airnya ke tanaman orang lain". (HR. Ahmad 4/108, Abu Daud
no. 2158, At-Tirmidzi no. 1131, Al-Baihaqy 7/449, Ibnu Qoni' dalam
Mu'jam Ash-Shohabah 1/217, Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thobaqot 2/114-115,
Ath-Thobarany 5/no.4482 dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam
Al-Irwa` no. 2137).
3. Hadits Abu Ad-Darda` riwayat Muslim dari Nabi shollallahu 'alaihi
wa 'ala alihi wa sallam :
"Beliau mendatangi seorang perempuan yang hampir melahirkan di pintu
Pusthath. Beliau bersabda :"Barangkali orang itu ingin m3n994ulinya
?". (Para sahabat) menjawab : "Benar".Maka Rasulullah shollallahu
'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda : "Sungguh saya telah
berkehendak untuk melaknatnya dengan laknat yang dibawa ke kuburnya.
Bagaimana ia mewarisinya sedangkan itu tidak halal baginya dan
bagaimana ia memperbudakkannya sedang ia tidak halal baginya".
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :"Dalam (hadits) ini ada dalil yang
sangat jelas akan haramnya menikahi perempuan h4mil,apakah h4milnya
itu karena suaminya,tuannya (kalau ia seorang budak-pent.),syubhat
(yaitu nikah dengan orang yang haram ia nikahi karena tidak tahu atau
karena ada kesamar-samaran-pent.)atau karena zin4".
Nampaklah dari sini kuatnya pendapat yang mengatakan wajib 'iddah dan
pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah,Ibnul Qayyim,
Asy-Syinqithy,Syaikh Ibnu Baz dan Al-Lajnah Ad-Daimah (Lembaga Fatwa
Saudi Arabia).Wallahu A'lam.
Catatan :
Nampak dari dalil-dalil yang disebutkan di atas bahwa perempuan h*mil
karena zin* tidak boleh dinikahi sampai melahirkan,maka ini 'iddah
bagi perempuan yang h*mil karena zin* dan ini juga ditunjukkan oleh
keumuman firman Allah 'Azza Wa Jalla :
"Dan perempuan-perempuan yang h*mil waktu 'iddah mereka sampai mereka
melahirkan kandungannya".(QS. Ath-Tholaq : 4).
Adapun perempuan yang berzin4 dan belum nampak h*milnya,'iddahnya
diperselisihkan oleh para 'ulama yang mewajibkan 'iddah bagi perempuan
yang berzin*.Sebagian para 'ulama mengatakan bahwa 'iddahnya adalah
istibro` dengan satu kali haid.Dan 'ulama yang lainnya berpendapat :
tiga kali haid yaitu sama dengan 'iddah perempuan yang ditalak.
Dan yang dikuatkan oleh Imam Malik dan Ahmad dalam satu riwayat adalah
cukup dengan istibro` dengan satu kali haid.Dan pendapat ini yang
dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah berdasarkan hadits Abu Sa'id Al-Khudry di
atas.Dan 'iddah dengan tiga kali haid hanya disebutkan dalam
Al-Qur'an bagi perempuan yang ditalak (diceraikan) oleh suaminya
sebagaimana dalam firman Allah Jalla Sya`nuhu :
"Dan wanita-wanita yang dithalaq (hendaknya) mereka menahan diri
(menunggu) selama tiga kali quru`(haid)". (QS. Al-Baqarah : 228).
Kesimpulan Pembahasan :

1. Tidak boleh nikah dengan perempuan yang berzin* kecuali dengan dua
syarat yaitu,bila perempuan tersebut telah bertaubat dari perbuatan
nistanya dan telah lepas 'iddah-nya.
2. Ketentuan perempuan yang berzin* dianggap lepas 'iddah adalah
sebagai berikut :
• Kalau ia h*mil,maka 'iddahnya adalah sampai melahirkan.
• Kalau ia belum h*mil,maka 'iddahnya adalah sampai ia telah haid
satu kali semenjak melakukan perzinahan tersebut. Wallahu Ta'ala A'lam.
Lihat pembahasan di atas dalam : Al-Mughny 9/561-565, 11/196-197,
Al-Ifshoh 8/81-84, Al-Inshof 8/132-133, Takmilah Al-Majmu' 17/348-349,
Raudhah Ath-Tholibin 8/375, Bidayatul Mujtahid 2/40, Al-Fatawa
32/109-134, Zadul Ma'ad 5/104-105, 154-155, Adwa` Al-Bayan 6/71-84 dan
Jami' Lil Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islam Ibnu Taimiyah
2/582-585, 847-850.
2. Telah jelas dari jawaban di atas bahwa perempuan yang h4mil,baik
hamil karena pernikahan sah,syubhat atau karena zin*, 'iddahnya
adalah sampai melahirkan.Dan para 'ulama sepakat bahwa akad nikah
pada masa 'iddah adalah akad yang batil lagi tidak sah.Dan kalau
keduanya tetap melakukan akad nikah dan melakukan hubun94n suami-istri
setelah keduanya tahu haramnya melakukan akad pada masa 'iddah maka
keduanya dianggap pezin4 dan keduanya harus diberi hadd (hukuman)
sebagai pezin4 kalau negara mereka menerapkan hukum Islam,demikian
keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 11/242.
Kalau ada yang bertanya :"Setelah keduanya berpisah,apakah boleh
keduanya kembali setelah lepas masa 'iddah?".
Jawabannya adalah Ada perbedaan pendapat dikalangan para 'ulama.
Jumhur (kebanyakan) 'ulama berpendapat :"Perempuan tersebut tidak
diharamkan baginya bahkan boleh ia meminangnya setelah lepas 'iddah-nya".
Dan mereka diselisihi oleh Imam Malik,beliau berpendapat bahwa
perempuan telah menjadi haram baginya untuk selama-lamanya.Dan beliau
berdalilkan dengan atsar 'Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu yang
menunjukkan hal tersebut.Dan pendapat Imam Malik ini juga merupakan
pendapat dulu dari Imam Syafi'iy tapi belakangan beliau berpendapat
bolehnya menikah kembali setelah dipisahkan.Dan pendapat yang
terakhir ini zhohir yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir-nya
dan beliau melemahkan atsar 'Umar yang menjadi dalil bagi Imam Malik
bahkan Ibnu Katsir juga membawakan atsar yang serupa dari 'Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan bolehnya.Maka sebagai
kesimpulan pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah boleh keduanya
menikah kembali setelah lepas 'iddah.Wal 'Ilmu 'Indallah.
Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/355 (Darul Fikr).
3. Laki-laki dan perempuan h4mil yang melakukan pernikahan dalam
keadaan keduanya tahu tentang haramnya menikahi perempuan h4mil
kemudian mereka berdua tetap melakukan jim4' maka keduanya dianggap
berzin4 dan wajib atas hukum hadd kalau mereka berdua berada di negara
yang diterapkan di dalamnya hukum Islam dan juga tidak ada mahar bagi
perempuan tersebut.
Adapun kalau keduanya tidak tahu tantang haramnya menikahi perempuan
h4mil maka ini dianggap nikah syubhat dan harus dipisahkan antara
keduanya karena tidak sahnya nikah yang seperti ini sebagaimana yang
telah diterangkan.
Adapun mahar,si perempuan h2mil ini berhak mendapatkan maharnya kalau
memang belum ia ambil atau belum dilunasi.
Hal ini berdasarkan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha,Rasulullah
shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda :
"Perempuan mana saja yang nikah tanpa izin walinya,maka nikahnya
batil,nikahnya batil,nikahnya batil,dan apabila ia telah masuk
padanya (perempuan) maka baginya mahar dari dihalalkannya k3m4lu4nny4,
dan apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi yang
tidak mempunyai wali".(HR. Syafi'iy sebagaimana dalam Munadnya
1/220,275,dan dalam Al-Umm 5/13,166, 7/171,222, 'Abdurrazzaq dalam
Mushonnafnya 6/195,Ibnu Wahb sebagaimana dalam Al-Mudawwah Al-Kubra
4/166, Ahmad 6/47,66,165, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya 2/no.
698, Ibnu Abi Syaibah 3/454,7/284, Al-Humaidy dalam Musnadnya 1/112,
Ath-Thoyalisy dalam Musnadnya no.1463, Abu Daud no. 2083, At-Tirmidzi
no. 1102, Ibnu Majah no. 1879, Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo no. 700,
Sa'id bin Manshur dalam sunannya 1/175, Ad-Darimy 2/185, Ath-Thohawy
dalam Syarah Ma'any Al-Atsar 3/7, Abu Ya'la dalam Musnadnya no.
4682,4750,4837, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 4074,
Al-Hakim 2/182-183, Ad-Daruquthny 3/221, Al-Baihaqy 7/105,124,138,
10/148, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 6/88, As-Sahmy dalam Tarikh
Al-Jurjan hal. 315, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1654 dan Ibnu
'Abbil Barr dalam At-Tamhid 19/85-87 dan dishohihkan oleh Al-Albany
dalam Al-Irwa` no.1840).
Nikah tanpa wali hukumnya adalah batil tidak sah sebagaimana nikah di
masa 'iddah hukumnya batil tidak sah.Karena itu kandungan hukum dalam
hadits mencakup semuanya.
Demikian rincian Ibnu Qudamah,Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Adapun orang yang ingin meminang kembali perempuan h*mil ini setelah
ia melahirkan, maka kembali diwajibkan mahar atasnya berdasarkan
keumuman firman Allah Ta'ala :
"Berikanlah kepada para perempuan (yang kalian nikahi) mahar mereka
dengan penuh kerelaan" (QS. An-Nisa` : 4).
Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Berikanlah kepada mereka mahar mereka sebagai suatu
kewajiban".(QS.An-Nisa` : 24),Wallahu'alam bisshawab
Hukum Nikah dalam Keadaan H4m1l Diposkan Oleh: