Berita Islami Masa Kini (BIMK) adalah sebuah komunitas yang beranggotakan organisasi-organisasi anggota, Driver Printer Panasonic, Brother, Driver Canon, Kyocera, Ricoh, Driver printer konika, dan masyarakat umum yang bekerja sama dalam mengembangkan standar Web Driver, Berita islam terkini, kumpulan situs berita islam ummat di indonesia

Selasa, 18 November 2014

Bab Thaharah HUKUM THAHARAH

HUKUM THAHARAH

Bab Thaharah THAHARAH

A. LATAR BELAKANG
Thaharah menurut pengertian etimologis adalah suci dan bersih, seperti kalimat “Thahhartu al-tsauba”, maksudnya “aku mencuci baju itu sampai bersih dan suci”. Menurut pengertian syara’, thaharah adalah mensucikan diri dari hadats atau najis seperti mandi, berwudhu’, tayamum dan sebagainya. Masih dalam pengertian bersuci, kegiatan yang serupa dengan ketentuan di atas, seperti mandi atau mencuci dengan berulang kali, memperbaharui wudhu dan tayamum, mandi yang disunnahkan dan yang semakna dengan itu meskipun tidak bermaksud menghilangkan hadats atau najis.
Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan dengannya merupakan kegiatan yang sangat penting, karena diantara syarat syahnya shalat ditetapkan agar orang yang mengerjakannya suci dari hadats, suci badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah, 2 : 222). *
Bersuci atau berthaharah berkaitan langsung dengan (1) alat bersuci, seperti air, tanah, batu dan sebagainya. (2) kaifiat atau cara bersuci, (3) macam dan jenis najis yang harus dihilangkan, dan (5) sebab-sebab yang mengakibatkan wajibnya bersuci. Bersuci terdiri dari dua bagian yaitu bersuci dari (1) hadats yang terdiri dari dua bagian pula, yaitu hadats besar dan hadats kecil. Hadats besar disucikan dengan jalan mandi, sedangkan hadats kecil dilakukan denngan cara berwudhu. (2) bersuci dari najis, dengan jalan mencuci benda yang kena najis, sehingga hilang materi najis itu, warna, rasa dan baunya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan diatas penulis dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut :
Ø Hukum Thaharah
Ø Penjelasan Thaharah
Ø Sarana bersuci
Ø Penjelasan tentang najis
BAB : II
PEMBAHASAN
A. HUKUM THAHARAH
Dalil Normatif Thaharah:
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).
B. PENJELASAN TENTANG THAHARAH
Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.
C. SARANA BERSUCI /ALAT THAHARAH
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,“Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, ”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).
D. PENJELASAN TENTANG NAJIS
An-Najasat itu dari kata tunggalnya ialah an-najasah
yang maknanya ialah benda-benda najis. Adapun yang dikatakan
benda-benda najis itu ialah benda-benda yang bila pakaian atau tubuh
kita atau tempat ibadah tersentuh dengannya, harus dicuci dengan air
atau digosokkan dengan tanah sehingga baunya, warnanya dan
tanda-tandanya telah hilang.
Benda-benda najis itu ialah benda-benda yang kotor dan dianggap najis oleh Allah
dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tetapi ada pula
benda-benda yang dianggap kotor oleh keumuman manusia, tetapi tidak
dianggap najis oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu yang najis
pastilah kotor, sedangkan yang kotor itu belum tentu najis.
Karena penetapan tentang sesuatu itu najis atau bukan adalah perkara yang berkaitan langsung dengan syarat sahnya shalat, maka untuk menetapkan bahwa sesuatu yang
kotor itu adalah najis haruslah dengan dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dan tidak bisa sesuatu itu dianggap najis hanya karena perasaan atau akal pikiran manusia menganggapnya kotor. (Lihat Ar-Raudlatun Nadiyyah oleh Al-`Allamah Shiddiq Hasan Khan, hal. 9 – 10).
Hal-hal yang najis adalah setiap yang ke luar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).

Macam-Macam Najis Dan Cara Mensucikannya
SAAT ini, boleh jadi banyak ummat Islam yang tidak mengerti dan tidak tahu ajaran agamanya sendiri. Lalu bayangkan bagaimana jadinya generasi Islam beberapa tahun mendatang, bila anak-anak muda dan remaja saat ini kelak menjadi orang tua?
Jangankan perihal yang rumit-rumit semisal ushul fiqih, kajian hadist dan sebagainya, perkara najis pun mungkin banyak yang tidak mengerti. Padahal besar sekali kaitannya dengan ibadah utama kita, sholat.
Mengeni pengertian najis dan macam-macamnya, berikut adalah rinciannya:
Najis (Najasah) menurut bahasa artinya adalah kotoran. Dan menurut Syara’ artinya adalah sesuatu yang bisa mempengaruhi Sahnya Sholat. Seperti air kencing dan najis-najis lain sebagainya.
Najis itu dapat dibagi menjadi Tiga Bagian :
1. Najis Mughollazoh
Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan Babi.
Babi adalah binatang najis berdasarkan al-Qur`an dan Ijma’ para sahabat Nabi (Ijma’ush Shahabat) (Prof Ali Raghib, Ahkamush Shalat, hal. 33). Dalil najisnya babi adalah firman Allah SWT [artinya] : “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor (rijsun,” (QS Al-An’aam [6] : 145) .
Adapun tentang najisnya Anjing, dapat dilihat dari salah satu hadist, Rasulullah SAW Bersabda : Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu dari pada kamu sekalian, maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (Mengosongkan isinya) kemudian membasuhnya 7X ( Diriwayatkan oleh Imam Muslim Al Fiqhu Alal Madzhahibilj Juz I Hal.16) .
Jika binatang itu termasuk jenis yang najis (babi dan juga anjing), maka semua bagian tubuhnya adalah najis, tidak peduli apakah dalam keadaan hidup atau mati. (Abdurrahman Al-Baghdadi, Babi Halal Babi Haram, hal. 47). Imam al-Kasani dalam kitabnya Bada’i'ush Shana’i` fii Tartib asy-Syara’i’ (I/74) mengatakan bahwa babi adalah najis pada zatnya dan babi tidak dapat menjadi suci jika disamak.
Cara mensucikannya ialah harus terlebih dahulu dihilangkan wujud benda Najis tersebut. Kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai 7 kali dan permulaan atau penghabisannya diantara pencucian itu wajib dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah (disamak). Cara ini berdasarkan Sabda Rasul :
“Sucinya tempat (perkakas) mu apabila telah dijilat oleh Anjing, adalah dengan mencucikan tujuh kali. Permulaan atau penghabisan diantara pencucian itu (harus) dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah”. (H.R. At-Tumudzy)
2. Najis Mukhofafah.
Ialah najis yang ringan, seperti air kencing Anak Laki-laki yang usianya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain air Susu Ibunya.
Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda yang terkena Najis tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits dibawah ini :
“Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan jika terkena Air kencing Anak Laki-laki. Cukuplah dengan memercikkan Air pada nya”. (H.R. Abu Daud dan An-Nasa’iy)
Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama dengan Najis Mutawassithah
3. Najis Mutawassithah ( مُـــتــــوَ سِّــطَــــةْ )
Ialah Najis yang sedang, yaitu kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air kencing, Nanah, Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan sebagainya (selain dari bangkai Ikan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan selain dari Najis yang lain selain yang tersebut dalam Najis ringan dan berat.
Najis Mutawassithah itu terbagi Dua :
1. Najis ‘Ainiah, yaitu Najis yang bendanya berwujud.
Cara mensucikannya. Pertama menghilangkan zat nya terlebih dahulu. Sehingga hilang rasanya. Hilang baunya. Dan Hilang warnanya. Kemudian baru menyiramnya dengan Air sampai bersih betul.
2. Najis Hukmiah, yaitu Najis yang bendanya tidak berwujud : seperti bekas kencing. Bekas Arak yang sudah kering.
Cara mensucikannya ialah. Cukup dengan mengalir kan Air pada bekas Najis tersebut.
Najis Yang dapat di Ma’afkan. Antara lain :
1. Bangkai Hewan yang darahnya tidak mengalir. Seperti nyamuk, kutu busuk. Dan sebangsanya.
2. Najis yang sedikit sekali.
3. Nanah. Darah dari Kudis atau Bisul kita sendiri.
4. Debu yang terbang membawa serta Najis dan lain-lain yang sukar dihindarkan.
Bab Thaharah HUKUM THAHARAH Diposkan Oleh:

0 comments:

Posting Komentar