Diceritakan Nabi
Ibrahim merupakan salah satu nabi yang sangat wira’i, taqwa, dan cinta kepada
Allah. Pada suatu ketika Nabi Ibrahim berqurban 1000 kambing, 300 sapi, dan 100
unta budunah ke jalan Allah sehingga membuat orang-orang dan para malaikat
terheran-heran. Beliau berkata “Setiap
apapun yang membuat aku dekat dengan Allah, maka tidak ada sesuatu yang
berharga bagiku. Demi Allah, jika aku mempunyai seorang anak niscaya aku akan
menyembelihnya ke jalan Allah. Jika itu bisa membuatku dekat kepada Allah”.
Waktu pun berlalu dan hari silih berganti.
Beliau pun lupa akan ucapan yang telah dikatakan. Ketika beliau berada
di Baitul Muqoddas, beliau memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak.
Kemudian Allah pun mengabulkan permohonan beliau. Beliau dikaruniai seorang
putra yang tampan dan sholeh bernama Ismail dari istri beliau Hajar.
Allah berfirman dalam
Alqur’an pada Surat Ash-Shoffat penggalan Ayat 102:
لسعىا معه بلغ فلما
Maka tatkala anak itu (Ismail)
sampai pada umur
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim
Ketika Nabi Ismail berusia 9 tahun (ada
yang mengatakan 13 tahun), pada waktu itu bertepatan pada malam tanggal 8 Dzul
hijjah, Nabi Ibrahim tidur dan bermimpi. Dalam mimpi tersebut, seseorang
berkata kepada beliau “Wahai Ibrahim,
tepatilah janjimu !”. Setelah terbangun pada pagi hari, berliau berpikir
dan mengangan-angan, dan berkata pada dirinya “Apakah mimpi itu dari Allah ataukah dari syetan ?”. Kemudian hari
itu dinamakan yaumut tarwiyyah atau
hari tarwiyyah[1],
karena tarwiyyah dalam bahasa arab artinya berpikir mengingat masa lalu.
Pada malam harinya
beliau tidur dan bermimpi seperti mimpi yang pertama. Setelah terbangun pada
keesokan hari, beliau mengetahui bahwa mimpi tersebut berasal dari Allah. Dan
pada hari itu (tanggal 9 Dzul Hijjah) dinamakan yaumu arofah atau hari arofah[2].
Pada malam harinya beliau pun bermimpi dengan mimpi yang sama seperti
sebelumnya. Setelah terbangun pada keesokan hari, beliau baru menyadari bahwa
mimpi tersebut adalah perintah untuk menyembelih putra beliau. Kemudian pada
hari itu (tanggal 10 Dzul Hijjah) dinamakan yaumun
nahr atau hari nahr[3].
Ketika Nabi Ibrahim
akan mengajak putranya untuk disembelih, Beliau berkata kepada istri beliau Hajar
“Pakaikanlah anakmu dengan pakaian yang
bagus, karena sesungguhnya aku akan pergi bersamanya untuk bertamu !”. Hajar
pun memberi Nabi Ismail dengan pakaian yang bagus, memberinya wangi-wangian,
dan menyisir rambutnya. Kemudian Nabi Ibrahim pergi bersama Nabi Ismail dengan
membawa sebuah pisau besar dan tali ke arah tanah Mina.
Pada hari itu Iblis
lebih sibuk dan lebih gugup, datang dan kembali. Ia menemui, menggoda
mereka,dan berusaha agar penyembelihan tersebut gagal. Iblis menggoda Nabi
Ibrahim, pada waktu itu Nabi Ismail sedang berlari-lari di depan beliau “Apakah kamu tidak melihat tegaknya anakmu
ketika ia berdiri, ia begitu tampan, dan lembut tingkah lakunya !!!”. Nabi
Ibrahim berkata “Iya, tetapi aku
diperintah untuk menyembelihnya !!!”. Iblis pun tak kuasa menggoda Nabi
Ibrahim meski dengan seribu godaan. Kemudian ia pergi menemui Hajar, dan
berkata “Wahai Hajar, bagaimana bisa kamu
hanya duduk disini sedangkan Ibrahim pergi bersama anaknya untuk menyembelihnya
!!!”. Hajar berkata “Kamu jangan
dusta kepadaku, mana ada seorang ayah yang tega menyembelih putranya ?”.
Iblis menjawab “Lalu untuk apa Ibrahim
membawa pisau besar dan tali !!!”. Hajar bertanya “Untuk alasan apa ia menyembelihnya ?”. Iblis menjawab “Ia menyangkan bahwa tuhannya telah
memerintahkannya untuk meyembelih anaknya !!!”. Hajar berkata “Seorang nabi tidak diperintahkan untuk
kebatilan dan aku akan selalu percaya padanya. Nyawaku sebagai tebusan atas
perkara itu, maka bagaimana dengan anakku (tentu ia pun demikian) !!!”.
Dengan beribu-ribu rayuan dan godaan, tetapi Iblis tak kuasa menggoda Hajar.
Kemudian ia pergi menemui Nabi Ismail dan menggodanya “Kamu sangat senang bermain-main, tetapi ayahmu membawa pisau besar dan
tali, ia akan menyembelihmu !!!”. Nabi Ismail berkata “Kamu jangan berbohong kepadaku, ayahku tidak akan menyembelihku !”.
Iblis berkata “Ia menyangka bahwa
tuhannya telah memerintahkannya untuk menyembelihmu !!!” Nabi Ismail
berkata “Aku akan selalu tunduk dan taat
terhadap perintah tuhanku !!!”. Saat Iblis akan melontarkan perkataan lain untuk
meggodanya, Nabi Ismail mengambil batu-batu dan melemparkannya kepada Iblis
sehingga mengenai mata kiri Iblis. Kemudian Iblis pun pergi dengan kecewa dan
putus asa. Nah, pada tempat Allah mewajibkan melempar jumrah bagi orang yang
melaksanakan haji dengan niat melempar batu atau kerikil ke arah syetan dan
mengikuti apa yang telah dilakukan Nabi Ismail.
Setelah sampai di tanah
Mina, Nabi Ibrahim berkata kepada putranya, sesuai yang termaktub dalam
Al-Qur’an Surat Ash-Shoffat penggalan ayat 102 :
يا
بني إني ارى في المنام أني اذبحك فانظر ماذا ترى
Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu.
Maksudnya adalah Nabi Ibrahim meminta
pendapat Nabi Ismail, bagaimana pendapat Nabi Ismail menyikapi mimpi tersebut.
Mimpi seorang nabi adalah haq dan benar, apakah Nabi Ismail bisa bersabar atau
ia meminta maaf sebelum dilaksanakan penyembelihan. Ini merupakan ujian yang
diberikan dari Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail, apakah Nabi Ismail bisa taat
dan tunduk ataukan sebaliknya. Nabi Ismail pun menjawab sesuai yang termaktub
dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shoffat penggalan ayat 102 :
يا أبت افعل ما
تؤمر ستجدني ان شاء الله من الصابرين
Wahai
ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, Insya’allah engkau akan
menemuiku termasuk orang-orang yang sabar
Ketika Nabi Ibrahim mendengarnya, beliau
menyadari bahwa Allah telah mengabulkan do’anya, sesuai yang termaktub dalam
Surat Ash-Shoffat ayat 100 :
رب هب لي من
الصالحين
Ya
Tuhanku, anugrahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang sholeh
Kemudian beliau memuji Allah. Kemudian
Nabi Ismail berkata “Wahai ayahku, aku berwasiat kepadamu beberapa perkara.
Ikatlah tanganku dengan kencang agar aku tidak goyah karena itu akan
menyakitkanku. Letakkan wajahku di atas bumi agar engkau tidak memandangku
sehingga engkau merasa kasihan. Tutuplah pakaianmu dariku agar darahku tidak
mengotorinya sehingga ibuku tidak melihatnya, karena itu akan membuatnya sedih.
Tajamkanlah bibir pisau besarmu dan percepatlah dalam menyembelih leherku agar
terasa lebih ringan karena sesungguhnya kematian itu sangat menyakitkan.
Berikanlah pakaianku kepada ibuku sebagai pengingat diriku. Sampaikan salam
dariku dan katakana padanya “bersabarlah atas perintah Allah”. Jangan engkau
menceritakan kepada ibuku bagaimana engkau menyembelih dan mengikat tanganku.
Jangan engkau membawa bocah kepada ibuku agar ia tidak semakin bersedih. Jika
engkau melihat seorang bocah sepertiku, maka jangan engkau terus memandanginya
sampai engkau bersedih.” Nabi Ibrahim berkata “Baiklah, semoga
pertolongan selalu menyertaimu atas perintah Allah, wahai anakku !”.
Allah berfirman dalam
Al-Qur’an Surat Ash-Shoffat ayat 103 :
فلما اسلما وتله
للجبين
Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya
Nabi
Ibrahim membaringkan Nabi Ismail untuk disembelih seperti layaknya kambing
sembelihan. Dan kejadian itu terjadi di atas batu besar di Tanah Mina. Nabi
Ibrahim pun meletakkan pisau besar besarnya di leher putra beliau. Kemudian
beliau menyembelih leher putra beliau dengan kuat, akan tetapi atas kehendak
Allah pisau tersebut tak mampu memotong leher Nabi Ismail bahkan menggoresnya
pun tidak. Allah membuka tutup mata dari semua malaikat langit dan bumi,
sehingga mereka mengetahui kejadian tersebut. Kemudian mereka berlutut dan
bersujud kepada Allah. Kemudian Allah berkata “Lihatlah kalian semua kepada
hambaku bagaimana ia menebaskan pisau besar pada leher anaknya karena mengharap
ridloku, sedangkan kalian berkata ketika aku berkata :
اني جاعل في
الأرض خليفة : اتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك
[Allah
berfirman] Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang kholifah di atas bumi.
[Malaikat berkata] Mengapa Engkau akan
menjadikan
di bumi orang yang akan berbuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah,
padahal kami selalu
bertasbih dengan memuji-Mu dan
mensucikan-Mu.
Nabi Ismail berkata “Wahai ayahku, engkau telah
melemahkan kekuatanmu karena cinta kepadaku sehingga engkau tidak kuasa untuk
menyembelihku”. Kemudian Nabi Ibrahim menebaskan pisau besarnya pada batu
dan batu tersebut terbelah menjadi dua. Nabi Ibrahim berkata terheran-heran “Pisau
ini bisa memotong batu tetapi tidak bisa memotong daging”. Namun atas kuasa
Allah, pisau tersebut berkata “Wahai Ibrahim, kamu mengatakan potonglah, tetapi
tuhan semesta alam berkata jangan potong. Maka bagaimana aku melaksanakan
perintahmu yang berlawanan dengan perintah tuhanmu”. Pisau tersebut tidak dapat
memotong leher Nabi Ismail karena Allah telah memerintahkan untuk tidak
memotongnya walaupun Nabi Ibrahim berkata potonglah.
Allah
berfirman dalam Surat Ash-Shoffat ayat 104-106 :
وناديناه ان ياابراهيم,
قد صدقت الرؤيا انا كذلك نجزي المحسنين, ان هذا لهو البلاء المبين
Dan Kami
panggil dia, "Wahai Ibrahim” (104) Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105)
Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata (106)
Semua
kejadian tersebut merupakan ujian yang telah diberikan Allah kepada Nabi
Ibrahim. Kemudian Allah berfirman dalam Surat Ash-Shoffat ayat 107 :
وفديناه بذبح
عظيم
Dan
Kami tebus (ganti) anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
Malaikat Jibril pun datang dengan
membawa seekor domba yang besar. Domba tersebut merupakan domba qurban Habil
putra Nabi Adam yang masih hidup dalam surge. Kemudian domba tersebut dijadikan
tebusan atau ganti Nabi Ismail. Malaikat Jibril yang datang dan melihat Nabi
Ibrahim berusaha memotong leher putra beliau. Dengan rasa ta’dhim (hormat) dan
terheran atas Nabi Ibrahim, Malaikat Jibril berkata :
الله اكبر الله
اكبر الله اكبر
Allah
Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar
Kemudian
Nabi Ibrahim menjawab :
لااله الا الله
والله اكبر
Tidak
ada tuhan (yang hak untuk disembah) kecuali Allah, dan Allah Maha Besar
Nabi
Ismail pun mengikuti :
الله اكبر ولله
الحمد
Allah
Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah
Allah
telah mejadikan kebaikan atas kalimat-kalimat tersebut sehingga kalimat-kalimat
tersebut senantiasa berkumandang dalam celah-celah golongan orang-orang muslim
dikala tanggal 10 Dzul hijjah yaitu hari raya idul adha. Imam Hanafi berkata
bahwa jika seseorang bernadzar (berjanji pada diri sendiri) untuk menyembelih
anaknya, maka hendaklah ia menggantinya dengan seekor kambing atau domba.
Kisah ini diambil dari Kitab Durrotun Nashihin karangan Syekh Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiri Al-Khoubawi, Hal. 179-181
Semoga
kita semua senantiasa mendapat rahmat Allah…..amiin Ya Arhamar Rohimin
0 comments:
Posting Komentar